PAKU TANDUK RUSA (Platycerium bifurcatum)
1. Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan : Plantae
Divisi : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Ordo : Polypodiales
Famili : Polypodiaceae
Genus : Platycerium
Spesies : Platycerium bifurcatum C.Chr.
( Scheider, 2006 )
Gambar I : Platycerium bifurcatum C. Chr.
(Anonymouse,2009)
2. Deskripsi
Nama Umum : Simbar Menjangan
Nama daerah :Paku uncal (Sunda) Simbar meniangan (Jawa Tengah).
Ciri umum : Pada P. bifurcatum (asal Australia dan Papua Nugini) tanaman berukuran besar, daun fertil berbulu keperakan dan terbagi sangat dalam.
A.Habitat
Platycerium umumnya tumbuh pada cabang-cabang pohon besar dengan kondisi ternaungi hingga 60% dari cahaya matahari penuh. Sebagian besar jenisnya ditemukan di hutan hujan tropik dengan kelembapan udara relatif tinggi (> 70 %), namun ada jenis yang tumbuh di daerah yang reIatif kering (kelembapan 60% atau kurang). Jenis yang beradaptasi pada kondisi kering memiliki bentuk daun penyangga terbuka dibagian atasnya, sedangkan jenis yang hidup di daerah yang lebih lembap cenderung memiliki daun penyangga lebih tertutup. Umumnya Platycerium tidak toleran terhadap kondisi Iingkungan kurang dari 10°C (Wuryan, 2008).
Tanaman paku ini tidak ditemui tumbuh secara alami menempel pada pohon dari suku Arecaceae. Umumnya tumbuh pada tanaman berkayu yang berpermukaan kasar. Hal tersebut sangat menunjang pertumbuhan (Wuryan, 2008)..
B.Habitus
Tumbuhan paku perenial, hidup sebagai epifit, panjang ±1 m. Biasanya ia menempel pada kayu besar seperti yang dapat dilihat pada gambar I.
C.Daun
Daun terdiri atas dua macam yaitu daun penyangga atau daun steril dan dedaunan atau daun fertil. Daun penyangga terletak di bagian pangkal daun fertil, tumbuh saling menutupi dan persisten, menyerupai keranjang, bagian ujung bercuping, berwarna hijau dan berubah kecoklatan bila tua dan tidak berspora. Daun fertil luruh, tumbuh menggantung, umumnya bercabang menggarpu pada ujungnya menyerupai tanduk rusa, berwarna hijau keputihan, berbulu bintang dan berspora. Tergolong daun tunggal, bertoreh dalam. berdaging, tepi rata, permukaan berbulu halus, panjang 40-100 cm, ujung tumpul, daun tambahan satu sarnpai tujuh, menggarpu, bentuk baji, coklar hijau (Wuryan, 2008).
Nama Umum : Simbar Menjangan
Nama daerah :Paku uncal (Sunda) Simbar meniangan (Jawa Tengah).
Ciri umum : Pada P. bifurcatum (asal Australia dan Papua Nugini) tanaman berukuran besar, daun fertil berbulu keperakan dan terbagi sangat dalam.
A.Habitat
Platycerium umumnya tumbuh pada cabang-cabang pohon besar dengan kondisi ternaungi hingga 60% dari cahaya matahari penuh. Sebagian besar jenisnya ditemukan di hutan hujan tropik dengan kelembapan udara relatif tinggi (> 70 %), namun ada jenis yang tumbuh di daerah yang reIatif kering (kelembapan 60% atau kurang). Jenis yang beradaptasi pada kondisi kering memiliki bentuk daun penyangga terbuka dibagian atasnya, sedangkan jenis yang hidup di daerah yang lebih lembap cenderung memiliki daun penyangga lebih tertutup. Umumnya Platycerium tidak toleran terhadap kondisi Iingkungan kurang dari 10°C (Wuryan, 2008).
Tanaman paku ini tidak ditemui tumbuh secara alami menempel pada pohon dari suku Arecaceae. Umumnya tumbuh pada tanaman berkayu yang berpermukaan kasar. Hal tersebut sangat menunjang pertumbuhan (Wuryan, 2008)..
B.Habitus
Tumbuhan paku perenial, hidup sebagai epifit, panjang ±1 m. Biasanya ia menempel pada kayu besar seperti yang dapat dilihat pada gambar I.
C.Daun
Daun terdiri atas dua macam yaitu daun penyangga atau daun steril dan dedaunan atau daun fertil. Daun penyangga terletak di bagian pangkal daun fertil, tumbuh saling menutupi dan persisten, menyerupai keranjang, bagian ujung bercuping, berwarna hijau dan berubah kecoklatan bila tua dan tidak berspora. Daun fertil luruh, tumbuh menggantung, umumnya bercabang menggarpu pada ujungnya menyerupai tanduk rusa, berwarna hijau keputihan, berbulu bintang dan berspora. Tergolong daun tunggal, bertoreh dalam. berdaging, tepi rata, permukaan berbulu halus, panjang 40-100 cm, ujung tumpul, daun tambahan satu sarnpai tujuh, menggarpu, bentuk baji, coklar hijau (Wuryan, 2008).
D.Batang
Batang tidak jelas ada yang mengatakan tidak berbatang, karena daun langsung tumbuh dari akar tanpa perantara dari batang (Wuryan, 2008).
E.Akar
Berntuk akar berbulu coklat kekuningan dan biasanya langsung mengakar pada batang tanaman yang di tumbuhinya. Akar berupa serabut akar (Wuryan, 2008).
Batang tidak jelas ada yang mengatakan tidak berbatang, karena daun langsung tumbuh dari akar tanpa perantara dari batang (Wuryan, 2008).
E.Akar
Berntuk akar berbulu coklat kekuningan dan biasanya langsung mengakar pada batang tanaman yang di tumbuhinya. Akar berupa serabut akar (Wuryan, 2008).
F.Sporangium
Spongarium, terdapat pada ujung, tertutup rambut, bentuk bintang, bercabang dua sampai empat, panjang 10-12 cm, lebar 2-3 cm, hijau muda, hijau kebiruan (Wuryan, 2008).
G.Siklus Hidup
Siklus hidup tanaman ini tidak jauh berbeda dengan spesies platycerium yang lainnya, yaitu terdiri atas dua fase yaitu fase gametofit (n) yang biseksual dan sporofit (2n). Pada fase sporofit, tanaman akan berkembang melalui spora yang dihasilkan oleh daun fertil. Mula-mula spora akan terlepas dari kotak spora kemudian berkecambah dan berkembang menjadi protalus atau organ gametofit. Organ gametofit berkembang dan seteIah dewasa akan membentuk organ seksual (gametangia) yaitu organ kelamin betina (arkegonium) dan jantan (anteredium). Anteredium umumnya masak lebih dulu dari arkegonium. Bila fertilisasi terjadi, kedua sel tersebut bertemu dan membentuk zygote yang selanjutnya berkembang menjadi tanaman generasi sporofit baru. Generasi gametofit akan mati setelah tanaman generasi sporofit ini terbentu (Wuryan, 2008).
Gambar 5 : Siklus Hidup Platycerium
(Anonymouse, 2009).
3. Perbiakan dan Penanaman Tanaman ini dapat dikembangbiakkan melalui spora, pemisahan bakal tanaman dan kultur jaringan. Perbiakan melalui bakal tanaman dilakukan dengan memisahkan tanaman muda yang berkembang di sekitar akar. Tanaman hasil biakan ini ditanam pada media organik seperti pakis, moss atau spagnum kemudian dipelihara secara intensif ( Scheider, 2006 ).
Perbanyakan melalui spora dilakukan dengan mengecambahkan spora matang yang dihasilkan dari daun fertil dewasa dan telah dibersihkan dari kotoran. Spora matang ditandai dengan warna yang coklat ( Scheider, 2006 ).
Tempat penyemaian spora dapat menggunakan pot atau nampan yang telah dibcrsihkan dengan pemutih 1 % selama 30-60 menit ( Scheider, 2006 ).
Agar spora berkecambah merata, spora dicampur air steril dan disemprotkan ke media yang sudah dilembapkan dan diletakkan di tempat yang tidak terkena hujan dan matahari langsung. Selama perkecambahan, diusahakan semaian terjaga kelembapannya dengan memberikan air semprotan atau menutup plastik tempat persemaian dan meletakkan pada tempat yang teduh. Spora akan lebih cepat berkecambah pada suhu 18°-23°C. Semaian diusahakan terhindar dari cahaya matahari langsung. Tidak dianjurkan menyiangi gulma semaian dengan menggunakan bahan kimia ( Scheider, 2006 ).
Spora akan berkecambah dalam waktu 3-4 minggu. Kecambah spora akan berkembang menjadi tanaman sporofit baru. Pemupukan dapat dilakukan dengan pemberian pupuk cair berkonsentrasi sangat rendah. Setelah bibit mencapai tinggi 3-5 cm dapat dipindahkan dan dipelihara pada media yang lebih permanen. Aklimatisasi perlu dilakukan dengan mengurangi penyiraman dan memberikan cahaya lebih banyak secara bertahap ( Scheider, 2006 ).
Perbanyakan melalui spora dilakukan dengan mengecambahkan spora matang yang dihasilkan dari daun fertil dewasa dan telah dibersihkan dari kotoran. Spora matang ditandai dengan warna yang coklat ( Scheider, 2006 ).
Tempat penyemaian spora dapat menggunakan pot atau nampan yang telah dibcrsihkan dengan pemutih 1 % selama 30-60 menit ( Scheider, 2006 ).
Agar spora berkecambah merata, spora dicampur air steril dan disemprotkan ke media yang sudah dilembapkan dan diletakkan di tempat yang tidak terkena hujan dan matahari langsung. Selama perkecambahan, diusahakan semaian terjaga kelembapannya dengan memberikan air semprotan atau menutup plastik tempat persemaian dan meletakkan pada tempat yang teduh. Spora akan lebih cepat berkecambah pada suhu 18°-23°C. Semaian diusahakan terhindar dari cahaya matahari langsung. Tidak dianjurkan menyiangi gulma semaian dengan menggunakan bahan kimia ( Scheider, 2006 ).
Spora akan berkecambah dalam waktu 3-4 minggu. Kecambah spora akan berkembang menjadi tanaman sporofit baru. Pemupukan dapat dilakukan dengan pemberian pupuk cair berkonsentrasi sangat rendah. Setelah bibit mencapai tinggi 3-5 cm dapat dipindahkan dan dipelihara pada media yang lebih permanen. Aklimatisasi perlu dilakukan dengan mengurangi penyiraman dan memberikan cahaya lebih banyak secara bertahap ( Scheider, 2006 ).
4. Khasiat / Kegunaan dan Kandungan Kimianya
Pemanfaatan Platycerum sebagai tanaman hias digunakan dalam bentuk segar baik berupa daun potong atau tanaman dalam pot. Dalam rangkaian bunga, daun potong ini berfungsi sebagai penyisip atau tambahan. elain itu, Platycerium juga digunakan untuk obat tradisional oleh masyarakat Jawa. Tumbukan halus daunnya digunakan sebagai kompres demam dan luka bengkak seperti bisul, radang rahim luar, dan campurannya dengan bawang merah digunakan juga untuk obat gondok dan kudis. Untuk obat sakit gondok dipakai± 7gram daun segar Platycerium bifurcatum, dicuci, ditambah 1/4 sendok teh garam dapur, ditumbuk sampai lumat, kemudian ditempelkan pada tempat (Wuryan, 2008).
Kandungan kimia Daun Platycerium bifurcatum mengandung saponin flavonoida dan polifenol.
5. Hama dan Penyakit
Hama yang sering menyerang Platycerium adalah dari kelompok serangga Arthropoda diantaranya ngengat, aphids, kutu putih (mealybug), kutu tempurung (scale insect) dan thrips. Hama tersebut dapat dikendalikan dengan menggunakan insektisida dan disarankan bahan dasamya bukan dari minyak. Platycerium umumnya sensitif terhadap pestisida, aplikasinya menyebabkan tanaman terbakar atau mengakibatkan bentuk daun menjadi tidak normal. Hama lain adalah keong namun hama ini lebih mudah dikendalikan (Wuryan, 2008).
Penyakit yang menyerang antara lain cendawan Rhizoctonia sp. yang mengakibatkan bercak hitam pada daun yang cepat menyebar dan dapat mematikan tanaman. Penyebaran¬nya terstimulir oleh kelembapan udara tinggi seperti pada musim hujan atau pemberian air yang berlebihan. Apabila gejala terlihat, pemberian air dapat dikurangi (Wuryan, 2008).
Pustaka : Kreier, H.P. dan Scheider, H. 2006. Phylogeny and biogeography of staghom fern genus Platycerium Polypodiaceae, Polypodiidae). Amer.J.of Bot. 93:217-225.
Blogspot, April 14, 2008 by wuryan
Pemanfaatan Platycerum sebagai tanaman hias digunakan dalam bentuk segar baik berupa daun potong atau tanaman dalam pot. Dalam rangkaian bunga, daun potong ini berfungsi sebagai penyisip atau tambahan. elain itu, Platycerium juga digunakan untuk obat tradisional oleh masyarakat Jawa. Tumbukan halus daunnya digunakan sebagai kompres demam dan luka bengkak seperti bisul, radang rahim luar, dan campurannya dengan bawang merah digunakan juga untuk obat gondok dan kudis. Untuk obat sakit gondok dipakai± 7gram daun segar Platycerium bifurcatum, dicuci, ditambah 1/4 sendok teh garam dapur, ditumbuk sampai lumat, kemudian ditempelkan pada tempat (Wuryan, 2008).
Kandungan kimia Daun Platycerium bifurcatum mengandung saponin flavonoida dan polifenol.
5. Hama dan Penyakit
Hama yang sering menyerang Platycerium adalah dari kelompok serangga Arthropoda diantaranya ngengat, aphids, kutu putih (mealybug), kutu tempurung (scale insect) dan thrips. Hama tersebut dapat dikendalikan dengan menggunakan insektisida dan disarankan bahan dasamya bukan dari minyak. Platycerium umumnya sensitif terhadap pestisida, aplikasinya menyebabkan tanaman terbakar atau mengakibatkan bentuk daun menjadi tidak normal. Hama lain adalah keong namun hama ini lebih mudah dikendalikan (Wuryan, 2008).
Penyakit yang menyerang antara lain cendawan Rhizoctonia sp. yang mengakibatkan bercak hitam pada daun yang cepat menyebar dan dapat mematikan tanaman. Penyebaran¬nya terstimulir oleh kelembapan udara tinggi seperti pada musim hujan atau pemberian air yang berlebihan. Apabila gejala terlihat, pemberian air dapat dikurangi (Wuryan, 2008).
Pustaka : Kreier, H.P. dan Scheider, H. 2006. Phylogeny and biogeography of staghom fern genus Platycerium Polypodiaceae, Polypodiidae). Amer.J.of Bot. 93:217-225.
Blogspot, April 14, 2008 by wuryan